Konsep Refleksi Pembelajaran untuk Guru/Dosen - INIRUMAHPINTAR.com

Konsep Refleksi Pembelajaran untuk Guru/Dosen

INIRUMAHPINTAR.COM - Apa sih Konsep Refleksi Pembelajaran untuk Guru/Dosen itu? Refleksi pembelajaran adalah sebuah aktivitas penilaian yang dilakukan oleh siswa/mahasiswa kepada guru/dosennya. Umumnya, penilaian dalam refleksi pembelajaran berupa tulisan tangan, yang dibuat siswa/mahasiswa di akhir pertemuan pelajaran/kuliah. Namun, ada juga refleksi pembelajaran berbentuk lisan. Perbedaannya adalah jika refleksinya berbentuk tulisan, penilaian siswa/mahasiswa bisa lebih detail dan mengungkap sisi-sisi personalitas yang tidak diperuntukkan untuk konsumsi umum sedangkan refleksi lisan hanya menjangkau suara-suara dominan yang diungkapkan siswa/mahasiswa di dalam kelas.


Dalam praktiknya, refleksi pembelajaran dapat dilakukan dengan cara sederhana. Guru/dosen meminta para siswa/ mahasiswa untuk menyiapkan secarik kertas. Namun lebih baik lagi jika guru/dosen memberikan blanko khusus yang disiapkan sebelumnya agar proses refleksi memiliki kesan terencana. 
 
Ada dua poin yang wajib disampaikan oleh siswa/mahasiswa ke guru/dosennya yaitu pesan dan kesan. Pesan berisi ungkapan hati siswa/mahasiswa yang berisi harapan-harapan tentang proses pembelajaran yang akan datang. Dalam hal ini, siswa/mahasiswa dapat juga menyumbangkan ide kepada guru/dosennya tentang metode/model/pendekatan pembelajaran yang mereka sukai. 
 
Sedangkan kesan yaitu pengalaman-pengalaman menarik dan unik yang dirasakan oleh siswa/mahasiswa selama mengikuti proses pembelajaran/kuliah. Baik pesan maupun kesan memiliki fungsi vital sebagai bahan renungan guru/dosen dalam merancang pembelajaran berikutnya.


Seberapa Penting Refleksi Pembelajaran itu?

Guru-guru yang bersedia melakukan refleksi pembelajaran di setiap akhir sesi, baik berupa refleksi harian, mingguan, bulanan, atau tahunan berarti membuka ruang komunikasi positif dengan peserta didiknya. Mereka ingin mengetahui apa-apa yang dirasakan oleh siswa mereka selama PBM (Proses Belajar Mengajar) berlangsung. 
 
Entah itu baik atau buruk, guru memiliki iktikad baik untuk menerima kejujuran perasaan murid-muridnya. Tujuannya apa? Jika yang dirasakan siswa adalah nilai positif, maka guru dapat mempertahankan dan meningkatkan model pembelajaran yang digunakan. Andai siswa menilai kurang, maka guru pun harus berupaya menentukan strategi baru dalam menyiapkan pembelajaran.

Pentingnya refleksi pembelajaran juga terlihat ketika guru-guru membuka diri menerima ide-ide dari para siswa. Ibarat pelatih sepak bola yang mau mendengar masukan dari pemain-pemainnya. Meski menguasai teori, taktik, dan langkah-langkah meraih kemenangan, sang pelatih tentu mempunyai kesan berbeda dengan pemain yang terjun dan merasakan sendiri tensi pertandingan dan olah bola di lapangan. Begitu  pun guru, walaupun menguasai banyak strategi, model, metode, teknik, dan pendekatan pembelajaran, bukan jaminan sukses diterima oleh para siswa. Pembelajaran tidak sebaiknya hanya mementingkan keinginan guru, tetapi juga mampu menyenangkan siswa. Tujuannya, agar tercapai sinergitas dalam mencapai hasil belajar yang optimal.

Begitupun dengan para dosen, kegiatan refleksi sebaiknya dijadikan rutinitas hingga proses perkuliahan benar-benar telah mencapai puncak kejayaan. Ada banyak unek-unek yang bisa diketahui oleh dosen dari catatan-catatan refleksi mahasiswanya. Tidak menutup kemungkinan, ada banyak ide-ide brilliant di sana. Lagi pula, dengan melakukan kegiatan refleksi, dosen dan mahasiswa menjadi lebih akrab dan keharmonisan tersebut menjadi awal berlangsungnya proses perkuliahan yang lebih berkualitas dan berisi.

Dengan jumlah pertemuan yang terbatas di perguruan tinggi, dosen biasanya mengalami kesulitan untuk menggali lebih dalam apa yang sesungguhnya dibutuhkan oleh mahasiswa. Nah, melalui proses refleksi, dosen dapat menemukan titik terang. Segala keinginan dan kebutuhan mahasiswa diterjemahkan menjadi perkuliahan yang berterima di pertemuan selanjutnya. Dan tentu saja, pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan tidak menyalahi kode etik serta hak dan kewajiban dosen sebagai motor penggerak di level universitas.

Adapun masalah-masalah yang dituangkan mahasiswa dalam refleksinya dijawab oleh dosen dengan solusi intelektual. Tentu bukan dengan kata-kata, melainkan dengan implementasi representatif di dalam perkuliahan. Jika berbentuk personal atau membutuhkan diskusi lanjutan, dosen dapat melanjutkan dengan refleksi lisan. Intinya, demi hasil perkuliahan yang baik, dosen harus memposisikan diri sebagai pelayan mahasiswa bukan sebagai raja monarki yang otoriter. Dosen harus memberikan kuliah yang profesional, intelektual, sekaligus menyenangkan. Dosen tidak sebaiknya menyelenggarakan kuliah seenaknya tanpa membuka diri mendengarkan suara hati mahasiswanya. Bukankah gelas kosong yang akan diisi air mustahil terjadi jika penutupnya belum dibuka? Begitulah dengan mahasiswa, jika frekuensi mereka belum mampu dijangkau, maka dosen akan kesulitan mengirimkan sinyal-sinyal ilmiah. Hal sama juga terjadi jika dosen tidak bisa menghadirkan atmosfer penuh gairah dalam kuliah, bagai ponsel yang akan kehabisan baterai dan menjelang lowbat.

Lalu, Apa Tantangan dan Kendalanya?

Ada dua tantangan besar yang pasti terjadi. Pertama, seberapa besar keinginan guru/dosen untuk membuka diri dan menjalin interaksi positif dengan siswa/mahasiswanya. Kedua, seberapa besar iktikad baik guru/dosen untuk menerjemahkan keinginan dan kebutuhan siswa/mahasiswanya.

Tentu saja, salah satu tanda guru/dosen idaman adalah mau berinteraksi dan tidak merasa gengsi untuk mendengarkan keluhan-keluhan dan harapan-harapan siswa/mahasiswanya. Mereka membuka diri dan mau menerima kritik membangun atas kekurangan-kekurangannya. 
 
Hasilnya adalah terjalin hubungan silaturrahmi tanpa sekat sehingga memudahkan jalannya pembelajaran/perkuliahan. Dan dari proses inilah nantinya, guru/dosen tersebut membangun pondasi kepribadian yang semakin dicintai, diminati, dan dinanti oleh siswa/mahasiswa manapun.

Selanjutnya, ciri guru/dosen idaman yaitu mau terus belajar. Nah, setelah membaca dan merenungkan hasil refleksi siswa/mahasiswa, mereka berupaya sekuat tenaga untuk mempersiapkan pembelajaran/perkuliahan yang terbaik. Kalau perlu, pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran dipersembahkan demi tercapainya cita-cita dan tujuan pendidikan.

Lalu, apa kendalanya? Apabila tantangan refleksi tidak mampu dilakukan oleh guru/dosen berarti tantangan tersebut menjadi kendala/penghalang. Ketika di satu sisi, guru/dosen gagal menjalin interaksi positif dengan siswa/mahasiswa lalu berhenti belajar dalam mematangkan profesionalisme dan integritas profesinya, maka di sisi lain perannya sebagai pelaku profesi menjadi diragukan. 

Oleh karena itu, sebagai guru/dosen, kegiatan refleksi sebaiknya tidak dibiarkan menjadi konsep yang menguap begitu saja. Sebaiknya aktivitas penting ini dijadikan rutinitas dalam rangka mendukung tercapainya cita-cita Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Guru/dosen yang baik itu mampu mengajar, guru/dosen yang hebat itu juga mampu mendidik, dan guru/dosen yang luar biasa itu mampu mengajar, mendidik, dan juga menginspirasi. Jika Anda berprofesi sebagai guru/dosen, jadilah yang luar biasa. Salah satu tandanya yaitu menjadikan kegiatan refleksi sebagai bagian pembelajaran/perkuliahan.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kepatuhannya melakukan komentar yang sopan, tidak menyinggung S4R4 dan p0rnografi, serta tidak mengandung link aktif, sp4m, iklan n4rk0ba, senj4t4 ap1, promosi produk, dan hal-hal lainnya yang tidak terkait dengan postingan. Jika ada pelanggaran, maaf jika kami melakukan penghapusan sepihak. Terimakasih dan Salam blogger!