Karena Masker Tetanggaku Lupa Senyumanku - INIRUMAHPINTAR.com

Karena Masker Tetanggaku Lupa Senyumanku

INIRUMAHPINTAR.COM - Di masa pandemi setiap orang dianjurkan untuk mematuhi protokol kesehatan. Salah satunya dengan menggunakan masker ketika keluar rumah. Tujuannya agar tidak mudah terinfeksi virus covid-19. 

Awalnya menggunakan masker adalah hal yang sangat mengganggu. Terutama ketika ingin bernafas lepas, menghirup molekul-molekul kerinduan berbentuk oksigen alami di alam.

Namun karena sudah terbiasa, menggunakan masker ternyata memiliki manfaat lain. Ketika berkendara misalnya, debu dan polusi tidak lagi begitu mudah menembus masuk melalui hidung dan saluran pernapasan.


Keuntungan lain bagi mereka yang kurang percaya diri menampilkan wajahnya di depan umum. Tentu saja memakai masker adalah hal yang sangat menolong. Jadi tidak ada lagi keraguan untuk bertemu dengan siapa saja di tempat umum.

Sudah hampir 2 tahun di mana-mana masyarakat Indonesia dianjurkan menggunakan masker. Meskipun pandemi sudah usai, kebiasaan tersebut bahkan mulai menjadi kultur baru.

Alasan saya tidak memakai masker hari ini

Memang, memakai masker agaknya sudah menyatu dengan peradaban baru di masa kini.

Namun, tanpa kita sadari di sisi lain ternyata ada hal hal bermanfaat yang luput dari perhatian kita. Karena memakai masker, hal ini tidak pernah lagi kita lakukan.

Hari ini saya keluar rumah untuk mengisi bensin. Saya tidak menggunakan masker, bukan karena tidak punya, tetapi aku mencoba melepaskan diri dari kejenuhan berlirik-lirikan mata dengan siapapun yang ku temui di jalanan tanpa ada raut wajah.

Ternyata rasanya wow, baru saja aku tinggalkan rumah, bertemu tetangga di pinggir jalan dan terjadilah saling lempar senyum yang tidak menyakitkan.

Sudah 2 tahun senyuman ini hanya ku sembunyikan di balik masker, begitupun tetanggaku yang lain. Barulah hari ini keakraban bertetangga itu kembali bersemi di akhir Desember.

Bukan saling membenci, tetapi pandemi ini benar-benar merenggut keakraban itu tanpa kita sadari.

Dulu kita bebas saling senyum di jalanan sebelum pandemi, tetapi semua berubah ketika pandemi datang. Kita hanya mengandalkan emoticon senyum yang bisa kita kirimkan lewat chat sosial media. Meski sama-sama senyum, rasanya beda. Bahagianya pun beda. Tentu berkahnya juga beda.

...

Ketika berbelok di pertigaan, secara tidak sengaja aku melirik ke arah kiri jalanan. Seorang pria paruh baya, yang juga kenalan, tersenyum begitu lebar ke arahku. 

Secara otomatis saraf-saraf diwajahku berkolaborasi menghasilkan senyuman terindah untuknya. Betapa hangatnya nuansa berbalas senyuman itu meskipun berdurasi 3 sampai 5 detik saja. Benar-benar sedekah mudah yang membahagiakan.

Lalu, aku berhenti di salah satu counter untuk membeli pulsa. Sebelum masuk, aku kembali berbalas senyum dengan seorang kakek tua yang tidak ku kenal. Dan baru kali ini aku pun bisa mengadu senyuman manis dengan abang penjual pulsa.

Dalam perjalanan pulang ketika aku kembali berbelok di pertigaan, aku kembali berbalas senyuman dengan tetangga dan juga kenalan yang belum beranjak dari singgasananya.

Ternyata Selama ini...

Memang tidak disadari secara langsung tetapi inilah kenyataannya. Memakai masker di satu sisi sangat menguntungkan dan menjauhkan kita dari serbuan virus yang merugikan tubuh. Namun, di sisi lain kita mengabaikan banyak kebaikan di sekitar kita selama ini.

Ada berapa banyak senyum yang tidak sempat kita torehkan kepada orang lain? Andaikan semua senyuman itu bernilai ibadah, ada berapa banyak ibadah yang kita tinggalkan dan memang tidak bisa kita lakukan selama ini, hanya karena terhalang selembar kain bernama masker.

Jadi, mulai saat ini sungguh sangat merugi ketika waktu-waktu yang kita punya ketika keluar, bertemu dengan siapa saja, tidak kita manfaatkan untuk saling berbalas senyum. Karena ada kalanya senyum itu tidak sanggup lagi kita lakukan seperti biasa.

Beruntunglah jika kamu termasuk orang yang senang keluar rumah dan tidak segan untuk berbagi senyum dengan siapapun.

Namun, jika kamu termasuk orang yang jarang mendapatkan kesempatan untuk berbagi senyum atau memang jarang tersenyum karena berwajah kaku atau alasan kesehatan, setidaknya janganlah menjadi perusak senyuman dan kebahagiaan orang lain atau penyebab orang-orang tidak lagi bisa saling berbagi senyuman. (AY/R)

No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kepatuhannya melakukan komentar yang sopan, tidak menyinggung S4R4 dan p0rnografi, serta tidak mengandung link aktif, sp4m, iklan n4rk0ba, senj4t4 ap1, promosi produk, dan hal-hal lainnya yang tidak terkait dengan postingan. Jika ada pelanggaran, maaf jika kami melakukan penghapusan sepihak. Terimakasih dan Salam blogger!