Pengangkatan Guru Sukarela/Honorer Perlu di-Evaluasi - INIRUMAHPINTAR.com

Pengangkatan Guru Sukarela/Honorer Perlu di-Evaluasi

INIRUMAHPINTAR - Fakta menunjukkan bahwa kebutuhan guru di Indonesia hingga tahun 2016/2017 masih sangat tinggi. Jumlah guru tidak lagi seimbang dengan jumlah rombongan belajar yang terus bertambah, seiring dengan meningkatkan jumlah penduduk. Ditambah lagi dengan angka guru-guru yang pensiun sepanjang tahun. Menurut data, jumlah guru PNS yang pensiun akan menembus angka setengah juta orang pada 2019. Akibatnya, sejumlah sekolah, khususnya sekolah negeri mulai dari pelosok hingga perkotaan mengalami kekosongan tenaga pengajar. Sebagai tindak lanjut, untuk mengatasi masalah ini, sekolah biasanya merekrut guru sukarela / honorer sebagai solusi tercepat.

Di hampir semua daerah, sekolah mengangkat guru sukarela / honorer melalui kebijakan yang longgar. Tanpa menghadirkan peran Dinas Pendidikan, kepala sekolah biasanya mengangkat sepihak dengan menggunakan penilaian subjektif. Tidak sedikit yang bahkan memanfaatkan hubungan kekerabatan dan emosional. Hasilnya, keragaman kualitas dan profesionalisme tenaga pengajar menjadi warna yang sulit dihindari. Namun, semua serba dilematis. Sekolah membutuhkan guru, sementara tidak ada pengangkatan baru di tingkat nasional. Waktu pun singkat karena proses belajar mengajar harus terus berjalan. Jadi tanpa pikir panjang, sekolah memilih dan mengangkat guru sukarela / honorer dari kalangan intelektual muda di lingkungan mereka.

Guru sukarela biasanya adalah alumni perguruan tinggi jurusan pendidikan yang baru selesai atau belum memiliki tempat bekerja.  Mereka mendaftar di sekolah-sekolah yang kekurangan guru untuk beberapa tujuan. Pertama, untuk mengisi kekosongan. Kedua, untuk menambah pengalaman. Ketiga, berharap nantinya diangkat menjadi tenaga kontrak atau CPNS. Tidak ada yang salah dengan niat mereka. Yang menjadi masalah adalah ketika mereka tidak lagi mampu menjalankan tugas dan kewajiban sebagai guru, pendidik, pengajar, motivator, inspirator, fasilatator, dan evaluator sebagaimana seharusnya.

sumber ilustrasi : Wikipedia
Dalam pengangkatan guru-guru tersebut, sekolah tidak menjanjikan gaji atau insentif. Itu berarti mereka melakukan tugas pembelajaran tanpa iming-iming imbalan apapun. Mereka benar-benar suka dan rela menjalankan tugas-tugas guru dengan mengandalkan kemampuan dan potensi diri tanpa pamrih. Untungnya, itu bukanlah masalah berarti karena mereka biasanya hadir sebagai pahlawan tanpa tanda jasa di awal bertugas. Perubahan barulah datang kemudian ketika tuntutan ekonomi dan beratnya beban mengajar mendobrak kesukarelaan mereka, meski tidak semuanya seperti itu.

Dengan demikian, ada dua problematika besar yang sebaiknya menjadi fokus perhatian. Pertama, kualitas guru sukarela. Kedua, jaminan hidup layak untuk mereka. Kualitas guru berbanding lurus dengan kualitas anak didik. Semakin baik kualitas guru maka kualitas anak didik pun semakin bagus. Oleh karena itu, jika pemerintah belum merencanakan penerimaan guru CPNS dalam waktu dekat, minimal mereka menyusun dan menetapkan sebuah sistem perekrutan untuk tenaga sukarela / honorer. Selanjutnya, agar tidak menimbulkan kesenjangan dan ketidakmaksimalan menjalankan tugas, pemerintah pun wajib menetapkan standar insentif minimun yang layak bagi guru sukarela tersebut.

Solusi lain yang dapat dipertimbangkan yaitu pemerintah nasional melalui pemerintah daerah merekrut guru-guru bantu (tenaga kontrak) untuk mengisi kekosongan guru di sekolah-sekolah negeri. Dalam hal ini, pemerintah daerah menyisihkan APBD untuk menggaji guru kontrak yang diangkat. Lamanya kontrak pun sebaiknya jangka panjang karena jaminan hidup untuk guru harus diutamakan. Apalagi, jika daerah tersebut memiliki dana APBD yang surplus, tidak ada lagi alasan untuk menunda-nunda kebijakan ini.

Terakhir, Mengapa Pengangkatan Guru Sukarela/Honorer Perlu di-Evaluasi? karena hanya dengan cara ini, pendidikan di Indonesia dapat tertolong. Jangan sampai ada kesenjangan pendidikan di bumi kita ini. Semua anak-anak bangsa wajib memperoleh hak belajar, pendidikan yang layak dan berkualitas.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kepatuhannya melakukan komentar yang sopan, tidak menyinggung S4R4 dan p0rnografi, serta tidak mengandung link aktif, sp4m, iklan n4rk0ba, senj4t4 ap1, promosi produk, dan hal-hal lainnya yang tidak terkait dengan postingan. Jika ada pelanggaran, maaf jika kami melakukan penghapusan sepihak. Terimakasih dan Salam blogger!