Aturan / Pedoman EYD dalam Bahasa Indonesia - INIRUMAHPINTAR.com

Aturan / Pedoman EYD dalam Bahasa Indonesia

INIRUMAHPINTAR - Ejaan Yang Disempurnakan, disingkat EYD merupakan ejaan yang berlaku di Indonesia sejak tahun 1972. Memahami tata Aturan / Pedoman EYD dalam Bahasa Indonesia adalah kebutuhan para intelektual dan cendekia. Apalagi mereka yang terjun di dunia tulis menulis dan penyiaran berita, berbahasa dengan baik dan benar sesuai kaidah-kaidah yang telah ditetapkan adalah keharusan.

sumber ilustrasi : www.flickr.com
Bahkan, pemahaman tentang pedoman EYD bahasa Indonesia yang meliputi aturan pemenggalan suku kata, penulisan huruf kapital, huruf miring, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca sebaiknya dilakukan sejak dini. Itu artinya, mulai siswa sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas / kejuruan, hingga mahasiswa perlu diarahkan memperoleh pengetahuan mendalam tentang Aturan / Pedoman EYD dalam Bahasa Indonesia. Namun, cakupan materi ini sangat luas. Untungnya, penulis telah merampungkan rangkuman penjelasan di bawah ini agar memudahkan para pembaca dan penggiat bahasa.

Ejaan yang disempurnakan dalam Bahasa Indonesia secara umum, meliputi:

A. Pemenggalan Suku Kata

Pemenggalan suku kata digunakan jika kata terpisah oleh pergantian baris. Cara pemenggalan adalah sebagai berikut:
  1. Jika ada dua vokal berurutan di tengah kata, pemenggalan dilakukan antara vokal pertama dengan vokal kedua, misalnya la-in, pa-ku, si-ap, dsb.
  2. Huruf diftong tidak boleh dipenggal misalnya sau-da-ri, au-la, pa-kai, dsb.
  3. Jika ada satu konsonan di tengah kata, pemenggalannya dilakukan sebelum konsonan, misalnya, a-da, na-da, ra-sa, dsb.
  4. Jika terdapat dua konsonan di tengah kata, pemenggalannya dilakukan antara konsonan pertama dengan konsonan kedua, misalnya cap-lok, in-struk-si, jiplak, sat-pam, dsb.
  5. Jika terdapat tiga konsonan atau lebih di tengah kata, pemenggalannya dilakukan setelah konsonan yang pertama, misalnya, sas-tra, san-dra, jom-blo, dsb
  6. Imbuhan termasuk morfonemiknya dipenggal sebagai satu kesatuan, misalnya, pe-la-ja-ran, trans-mig-ra-si, ke-gu-ru-an, pe-me-rin-ta-han, ke-sa-tu-an,dsb
  7. Kata yang terdiri atas dua unsur dipenggal atas unsur-unsurnya, misalnya, ki-lo-gram, bi-o-gra-fi, te-le-gram, fo-to-gra-fi, dsb.
Catatan :
Dalam pergantian baris akhiran (-i) dan suku-kata yang terdiri atas satu vokal tidak boleh dipisahkan misalnya, meng-a-lami, a-kan, dsb.

B. Penulisan Huruf Kapital

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama, yaitu:
  1. Pada awal kalimat. Misalnya: Apa itu?; Dia sedang belajar; Pelajaran belum dimula; dsb
  2. Pada awal petikan langsung. Misalnya: Ibu bertanya, "Jam berapa berangkat?"; "Siapa ingin pergi?" tanya Kakek.
  3. Dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama tahun dan kitab suci termasuk kata ganti untuk Tuhan.Misalnya: Quran, Alkitab, Allah, Islam, Yang Maha Kaya, Yang Maha Pengasih, dsb
  4. Nama gelar kehormatan, keagamaan, dan keturunan orang yang dikuti nama orang. Contoh: Haji Beddu, Datu Soppeng, Sultan Diponegoro, Nabi Muhammad. Dengan catatan: huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang. Contoh: Tahun ini guru kami pergi haji, Muhammad adalah nabi terakhir, dsb.
  5. Unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang, nama instansi, dan nama tempat. Contoh: Presiden Jokowi, Profesor Hakim, Gubernur Papua Barat, dsb. Dengan catatan: huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat. Misalnya: Siapa gubernur yang ingin menjadi raja itu?, Jokowi dilantik menjadi presiden, dsb.
  6. Unsur nama orang. Misalnya: Nara Masista Rakhmatia, Jessica Kumala Wongso, Mirna Salihin, Ahmad Dahlan, Abdurrahman Wahid, dsb. Dengan catatan: huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran. Misalnya: 2 volt, 20 ampere, motor honda, dsb.
  7. Nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Misalnya: bangsa Indonesia, suku Bugis, suku Jawa, bahasa Inggris, dsb. Dengan catatan: huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan. Misalnya: Bicaranya kebugis-bugisan, dsb.
  8. Nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.Misalnya: bulan Januari, hari Jumat, tahun Hijriah, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dsb. Dengan catatan: huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama. Contoh: Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
  9. Nama geografi. Contoh: Danau Toba, Jalan Mansur, Selat Lombok, Terusan Suez, dsb. Jika nama geografi digunakan sebagai nama jenis, nama geografi tersebut ditulis dengan huruf kecil. Misalnya: saya memancing di kali, Ayah berlayar ke danau, gula jawa, garam inggris dsb.
  10. Unsur nama negara, lambang pemerintahan, serta nama dokumen resmi.Misalnya: Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dsb. Dengan catatan: penulisan menjadi huruf kecil jika sebagai huruf pertama kata yang bukan resmi negara, lembaga pemerintah, dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi. Misalnya: kerja sama antara pemerintah dan rakyat, beberapa badan hukum, bangsa kuno itu kini menjadi sebuah republik, dsb
  11. Setiap unsur bentuk ulang sempurna yang dipakai sebagai nama badan, lembaga pemerintah serta nama dokumen resmi. Misalnya: Perserikatan Bangsa-Bangsa, Undang-Undang Dasar 1945, dsb.
  12. Semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, judul karangan, kecuali kata tugas seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk jika berada di tengah kalimat. Contoh: Bacalah majalah Bahasa dan Sastra, Judul makalah Ani adalah Asas-Asas Hukum Perdata, dsb.
  13. Unsur singkatan nama orang, gelar, dan sapaan.Misalnya: Dr. (doktor), M.Pd. (master pendidikan), Prof. (profesor), dsb.
  14. Kata penunjuk hubungan kekerabatan yang dipakai sebagai sapaan dan pengacuan seperti bapak, anda, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman. Misalnya: Surat Saudara telah dikirim, "Silah duduk, Dik" kata Ros. Jika tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan, penulisannya dalam huruf kecil. Misalnya: Kita harus menyayangi adik dan kakak kita, Dia sebatang kara tanpa bapak dan ibu, dsb.

C. Penulisan Huruf Miring

Huruf miring adalah huruf yang dicetak miring, pada tulisan tangan atau ketikan. Huruf miring dipakai:

  1. Untuk penulisan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
  2. Untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata atau kelompok kata.
  3. Untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing yang belum disesuaikan ejaannya.

D. Penulisan Kata

Beberapa aturan dalam penulisan kata Bahasa Indonesia meliputi: 

1. Kata Dasar
  • Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. 
2. Kata Turunan
  • Imbuhan ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
  • Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata, imbuhan ditulis serangkai dengan kata mengikuti atau mendahuluinya.
  • Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata dengan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, unsur gabungan itu harus ditulis serangkai.
  • Jika salah satu unsur gabungan hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu harus ditulis serangkai.
Catatan:
  • Jika bentuk terikat tersebut diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf kapital di antara kedua unsur ditulis tanda hubung.
  • Bentuk terikat (maha-) ditulis terpisah jika diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, misalnya: Maha Esa, Maha Pengasih, Maha Penyayang, dsb.
3. Bentuk ulang
  • Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
4. Gabungan kata
  • Gabungan kata yang belum mendapat afiks (imbuhan) ditulis terpisah.
  • Gabungan kata yang mendapat prefiks (awalan) saja atau sufiks (akhiran) saja ditulis terpisah, awalannya dirangkaikan di kata pertama, sedangkan akhirannya dirangkaikan dengan kata kedua.
  • Kata gabung yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus ditulis serangkai.
  • Gabungan kata yang mungkin dapat menimbulkan salah arti dapat ditulis dengan menggunakan tanda hubung.
  • Gabungan kata berikut ditulis serangkai, seperti: acapkali, adakalanya, bilamana, bismillah, bumiputra, kilometer, daripada, dukacita, halalbilhalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, keretabahasa, manakala, manasuka, matahari, olahraga, peribahasa, puspawarna, radioaktif, saputangan, sediakala, segitiga, sukacita, sukarela, syahbandar, titimangsa.
  • Klitik (-ku), (-mu), dan (-nya) ditulis serangkai.
  • Kata depan ditulis terpisah.
  • Kata sandang si dan sang ditulis terpisah.
  • Partikel (-lah), (-kah), dan (-tah) ditulis serangkai.
  • Partikel per ditulis terpisah jika berarti mulai, demi, dan setiap. 

E. Penulisan Unsur Serapan

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dan berbagai bahasa lain, baik bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti bahasa Sanskerta, bahasa Arab, bahasa Portugis, bahasa Belanda atau bahasa Inggris.

Berdasarkan taraf integrasinya unsur pinjaman bahasa dalam bahasa Indonesia, dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttlecock, dsb. Unsur-unsur pinjaman yang pengucapannya dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesia-nya masih dapat diperbandingkan dengan bentuk asalnya.

F. Pemakaian Tanda Baca

Aturan pemakaian tanda baca dalam bahasa Indonesia dijelaskan terperinci sebagai berikut:

1. Tanda titik (.) digunakan:
  • Pada akhir kalimat yang bukan pernyataan atau seruan.
  • Di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ihtisar, atau daftar.
  • Untuk memisahkan angka jam, menit, detik, yang menunjukkan waktu atau jangka waktu.
  • Di antara nama penulis, judul karangan yang tidak berakhir dengan tanda baca, tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
  • Untuk memisahkan bilangan ribuan, atau kelipatannya, tetapi tidak dipakai jika tidak menunjukkan jumlah.
  • Tanda titik tidak digunakan pada akhir judul yang merupakan kepala karangan, kepala ilustrasi, tabel, di belakang alat pengirim dan tanggal surat atau penerima surat.
2. Tanda koma (,) digunakan:
  • Di antara unsur-unsur suatu perincian atau pembilangan.
  • Untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
  • Untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Namun tanda baca (,) tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi kalimatnya.
  • Di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, misalnya: oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, dsb.
  • Untuk memisahkan kata seru, seperti: o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain.
  • Untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
  • Jika berada di antara: nama dan alamat, bagian-bagian alamat, tempat dan tanggal, nama dan tempat wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
  • Untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam penulisan daftar pustaka.
  • Di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
  • Di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakan dari singkatan nama keluarga atau marga.
  • Di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
  • Untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi (lihat juga pemakaian tanda pisah)
  • Untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Namun, tanda baca (,) tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung yang diakhiri dengan tanda tanya atau tanda seru.
3. Tanda titik koma (;) digunakan:
  • Memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
  • Sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang di dalam kalimat majemuk.
4. Tanda titik dua (:) digunakan:
  • Pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti suatu pemberian atau rangkaian.
  • Sesudah kata atau ungkapa yang memerlukan suatu pemerian.
  • Dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku.
  • Jika berada di antara: jilid atau nomor dan halaman, bab dan ayat dalam kitab suci, judul suatu karangan, nama kota dan penerbit buku acuan.
5. Tanda hubung (-) digunakan:
  • Untuk menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris.
  • Untuk menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya.
  • Untuk menyambung unsur-unsur kata ulang
  • Untuk merangkaikan : (se-) dengan kata berikutnya yang mulai dengan huruf kapital, (ke-) dengan angka, angka dengan akhiran (-an), singkatan huruf kapital dengan imbuhan atau kata, jabatan rangkap.
  • Untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan bahasa asing. 

Referensi: 

  1. Big Book SBMPTN SOSHUM 2016 oleh By Dewi Rossalia, M.Pd., Moch. Amin Mukhyiddin, Lusi Susilawati, Nurul Hudha, Alvina Kusuma, Muh. Amien, Adip M.S., Estiwi R.P., Yuli Pratiwi, Triyani, D. C. Ningsih.
  2. EYD & seputar kebahasa-Indonesiaan oleh By Ernawati Waridah
 Demikian penjelasan tentang Aturan / Pedoman EYD dalam Bahasa Indonesia . Semoga bermanfaat!^_^

3 Responses to "Aturan / Pedoman EYD dalam Bahasa Indonesia "

Terimakasih atas kepatuhannya melakukan komentar yang sopan, tidak menyinggung S4R4 dan p0rnografi, serta tidak mengandung link aktif, sp4m, iklan n4rk0ba, senj4t4 ap1, promosi produk, dan hal-hal lainnya yang tidak terkait dengan postingan. Jika ada pelanggaran, maaf jika kami melakukan penghapusan sepihak. Terimakasih dan Salam blogger!