Ini Rahasia Mengapa Kamu Gagal untuk Lancar Ber-Bahasa Inggris di Sekolah - INIRUMAHPINTAR.com

Ini Rahasia Mengapa Kamu Gagal untuk Lancar Ber-Bahasa Inggris di Sekolah

INIRUMAHPINTAR.COM - Pembelajaran Bahasa Inggris di tingkat sekolah menengah pertama dan atas khususnya di sekolah negeri kian digalakkan pemerintah dengan memfokuskan pembelajaran ke model percakapan sehari-hari. Pembelajaran tata bahasa dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali. Dengan harapan, proses pembelajaran hanya mampu menghadirkan generasi-generasi penerus bangsa yang hebat dalam percakapan bahasa Inggris.

Anehnya, mengapa justru banyak alumni atau lulusan sekolah menengah atas, yang telah belajar bahasa Inggris selama 6 tahun dalam pembelajaran reguler justru tidak mampu bercakap sama sekali. Dengan kata lain, kemampuan mereka masih di bawah level intermediate.

Apa yang salah dalam pembelajaran bahasa Inggris?

Menjawab pertanyaan ini perlu kehati-hatian, mengingat tak ada orang, pihak, atau oknum yang ingin disalahkan. Yah, jika demikian, saya mencoba tidak menyalahkan manusianya, termasuk guru-guru dan kepala sekolahnya. Saya fokus pada materi dan metodenya.

Berbicara tentang materi ajar bahasa Inggris, sekolah tidak usah pusing, karena pemerintah telah menyiapkan semuanya. Sama dengan pelajaran lainnya, materi ajar bahasa Inggris juga mengacu pada Kurikulum 2013. Intinya adalah pengajaran bahasa Inggris diharapkan mampu menghasilkan para generasi yang cakap dalam berkomunikasi bahasa Inggris baik lisan maupun tulisan.

Namun, fakta berbicara lain. Mengapa justru hasil yang diperoleh selama 6 tahun belajar bahasa Inggris masih sangat jauh dari harapan? Apa yang salah?

Ada satu hal yang terlupakan oleh kita semua. Perlu dipahami bahwa pembelajaran bahasa asing, termasuk bahasa Inggris kepada suatu kelompok pembelajar tidak serta merta disajikan begitu saja tanpa sebelumnya menyiapkan kemasan yang pas. Tidak ada satupun kelompok pembelajar, termasuk di Indonesia yang memiliki kesamaan karakteristik secara umum dalam pemerolehan bahasa. Termasuk dalam lingkup kecil pengajaran bahasa Inggris di sekolah. Setiap kelas, setiap peserta didik, memiliki karakteristik yang beragam.

Intinya adalah kesalahan kita dalam pembelajaran bahasa Inggris adalah salah menerapkan metode. 

Metode apa yang Perlu diterapkan dalam Pembelajaran bahasa Inggris?

Setiap guru memiliki metodenya masing-masing. Namun, kebanyakan guru di pendidikan formal mengajarkan bahasa Inggris dengan benar-benar mengaplikasikan materi ajar dari pemerintah tanpa memiliki visi misi jelas mau membawa kemana arah pembelajaran bahasa Inggris.

Maksudnya bagaimana? Setiap guru wajib memiliki visi misi tertentu, misalnya menargetkan peserta didiknya dalam satu tahun mampu menguasai 3000 kosa kata. Atau target lain, misalnya peserta didik dicanangkan memiliki kemampuan menulis, bercakap, dan membaca hingga level intermediate. 

Sayangnya, kepemilikan visi misi ini justru banyak digunakan oleh para tentor di pendidikan nonformal. Lalu, bagaimana jika metode ini diadopsi guru di pendidikan formal? Apakah akan berhasil? Belum ada jaminan, karena pembelajaran bahasa Inggris butuh figur yang bukan hanya mampu ber-bahasa Inggris dengan baik, tetapi juga mau dan mampu mengenali peserta didiknya, lalu menerapkan metode yang tepat sesuai karakter dan kebutuhan mereka.

Dilema Guru Bahasa Inggris

Lulusan program studi bahasa Inggris di negeri ini sangat banyak, tetapi yang mampu benar-benar menghasilkan generasi pengajar kompeten dalam mengajarkan bahasa Inggris dengan baik bisa dihitung jari. 

Ketika lulusan prodi bahasa Inggris menjadi guru dan mengajar di suatu instansi pendidikan, ukuran keberhasilannya dalam menjalankan tugas menurut kaca mata penulis bukan dilihat dari tingkat kelulusan anak didiknya dalam ujian, melainkan tingkat ketercapaian skill berbahasa anak didiknya.

Hal itu dikarenakan, meluluskan peserta didik dalam ujian bukanlah sesuatu yang lebih sulit ketimbang menaikkan level kemahiran berbahasa peserta didik itu sendiri. 

Sayangnya, para guru bahasa Inggris yang benar-benar profesional, kompeten, dan berintegritas biasanya mendapatkan tempat yang justru merendahkan prestise dan prestasinya. Keberhasilannya mengubah peserta didik dari zero menjadi hero terkadang hanya dipandang sebelah mata. Nilainya benar-benar rendah. 

Terlebih lagi jika ia hanyalah seorang guru honorer. Dalam hal pengajaran di kelas, sudah sepatutnya ia menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Namun, jika perannya telah melingkupi kegiatan ekstrakurikuler dan menghadirkan perubahan signifikan dalam meningkatkan kemahiran berbahasa peserta didik, lalu dibiarkan tanpa perhatian khusus, sepertinya benar kata pujangga, bahwa ilmu seorang guru tiada lagi ada harganya. 

Alih-alih menaikkan prestise seorang guru bahasa Inggris kompeten, sekolah berani bayar mahal pembimbing bahasa dari luar, yang belum tentu lebih tahu tentang karakteristik dan kebutuhan peserta didik. Meski ada hasil positif nantinya, tetap saja tak bisa diketahui pasti metode siapa yang berhasil? Apakah metode sang guru yang dihargai rendah? ataukah metode pembimbing kontrak yang dihargai mahal?

---

Itulah salah satu alasan, banyak di luar sana, lulusan prodi bahasa Inggris yang memiliki level kemahiran di atas rata-rata memilih tidak masuk mengabdikan diri di lingkup formal menjadi seorang guru honorer, dan justru memilih aktif di pendidikan nonformal, karena di lingkup formal ia mesti rela duduk lebih rendah, diserupakan layaknya seorang pencari kerja, bukan lagi sebagai orang berilmu, yang benar-benar dibutuhkan, yang pantas dihargai prestise dan prestasinya.

Jika perlu sekolah wajib memberdayakan guru bahasa Inggris mereka yang kompeten, membayarnya lebih untuk kegiatan ekskul, daripada menyewa guru pembimbing nonformal lain yang kualitasnya belum tentu melebihi guru bahasa Inggrisnya sendiri. Kecuali memang guru bahasa Inggris di sekolah tersebut masih jauh di bawah standar kualifikasi. 

Karena bagaimanapun, seorang guru yang kompeten tidak akan membiarkan anak didiknya gagal. Ia dididik selama menjalani kuliah profesionalnya memang untuk mendidik. Makanya, ia akan terus berada di garda terdepan, kerap berinovasi meramu metode agar semua anak didiknya lancar dalam ber-bahasa Inggris. Meski ia hanya dibayar dengan ucapan terima kasih. Di sinilah keberkahan akan hadir. 

Namun banyak orang tidak memahami dan menyadari bahwa jika itu terjadi sebaliknya, maka hilanglah keberkahan ini. Padahal ini sesungguhnya adalah titik rahasia mengapa banyak peserta didik gagal untuk lancar ber-bahasa Inggris di sekolah. Siapa yang mau mengajakmu ber-bahasa Inggris, dekat dengan bahasa Inggris, bergaul dengan bahasa Inggris, membiasakan bercakap dengan bahasa Inggris di sekolah jika bukan gurumu? dan Ingat!! Itu tidak kamu bayar, sementara di luar sana, engkau bayar mahal.

Kesimpulan dan Poin Penutup

Semoga kamu paham, bahwa yang membuatmu gagal ber-bahasa Inggris meski telah belajar 6 tahun lamanya di sekolah adalah guru bahasa Inggrismu tidak aktif mengajakmu bersosialisasi menggunakan bahasa Inggris atau sebaliknya kamu tidak pernah aktif bersosialisasi dengan gurumu menggunakan bahasa Inggris selama berada di lingkup sekolah. Itu dikarenakan bahasa itu tidak seperti pelajaran teoritis lain, yang cukup dengan hafalan, melainkan butuh pembiasaan alami. Dan guru bahasa Inggrismu adalah satu-satunya figur yang siap, mau, dan mampu menemanimu hidup dalam pembiasaan itu selama di sekolah. Camkan itu!!! 

Semoga tulisan singkat ini mampu menginspirasi kita untuk bisa berubah dan berbenah demi menyukseskan pembelajaran bahasa Inggris di lingkup pendidikan formal. |Ahyadi| 

No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kepatuhannya melakukan komentar yang sopan, tidak menyinggung S4R4 dan p0rnografi, serta tidak mengandung link aktif, sp4m, iklan n4rk0ba, senj4t4 ap1, promosi produk, dan hal-hal lainnya yang tidak terkait dengan postingan. Jika ada pelanggaran, maaf jika kami melakukan penghapusan sepihak. Terimakasih dan Salam blogger!