Penjelasan Arti OTT dan Penyebab Pejabat Korupsi - INIRUMAHPINTAR.com

Penjelasan Arti OTT dan Penyebab Pejabat Korupsi

INIRUMAHPINTAR.COM - Istilah OTT masih banyak dipertanyakan artinya. Hal tersebut terjadi karena media tak pernah sepi dari pemberitaan maraknya aksi OTT kejahatan korupsi. Begini penjelasannya. OTT adalah singkatan dari Operasi Tangkap Tangan. OTT kasus korupsi biasanya dilakukan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).



Operasi Tangkap Tangan (OTT) dimaksudkan sebagai suatu operasi penangkapan terhadap pelaku kejahatan yang melakukan transaksi terlarang, misalnya sogok-menyogok untuk memuluskan suatu proyek di suatu wilayah yang dilakukan, biasanya terjadi di lokasi rahasia yang disepakati, tetapi diketahui dan berhasil terciduk oleh KPK. 

Baru-baru kasus OTT korupsi pejabat kembali terjadi, Gubernur SulSel melalui pejabat kepercayaannya tertangkap telah melakukan transaksi korupsi dengan seorang pengusaha. Belum lama ini juga publik masih terngiang oleh kasus memilukan - OTT terhadap Mensos Juliari yang kedapatan korupsi dana bansos covid. Dan masih banyaknya kasus korupsi yang juga belum terselesaikan, seperti kasus suap Harun Masiku - Eks Caleg PDIP, meski tidak semuanya berhasil di OTT oleh KPK.

Intinya, kerugian negara atas aksi korupsi pejabat tidaklah sedikit. Oleh karena itu, KPK dan penegak hukum perlu semakin gencar dalam mengungkap dan melakukan OTT agar tidak banyak dana pemerintah yang seharusnya buat kemaslahatan rakyat bocor masuk kantong pejabat dan oknum pemerintah yang kehilangan harga dirinya.

Kenapa kepala daerah banyak terjaring OTT operasi tangkap tangan oleh KPK?

Hal tersebut terjadi karena kepala daerah adalah pemimpin tertinggi di suatu provinsi / kota / kabupaten yang memutus dengan siapa ia bekerja sama untuk proyek-proyek pemerintah.

Kepala daerah memilih dengan cara mengevaluasi dan menyunting proposal yang dimasukkan oleh para pengusaha, dengan bantuan para pejabat pemerintah setempat.

Terjadinya kasus korupsi di lingkar membludaknya proposal-proposal yang masuk ke pemerintah terjadi apabila pengusaha yang ngotot mendapatkan proyek melakukan suap berupa uang muka atau harta lainnya kepada kepala daerah atau pejabat pemerintah agar proposalnya-lah yang diterima atau di-ACC. 


Jadi, jangan heran banyak pekerjaan pembangunan di suatu wilayah yang tidak maksimal, karena dana benar-benar diperketat, sebagian untuk kantong pejabat, keuntungan kontraktor, sisanya barulah untuk proyek. Contohnya pembangunan jalan raya, yang jarang sekali ditemukan memiliki ketahanan puluhan tahun. Hal tersebut terjadi karena biaya proyek pengerjaan jalan yang seharusnya untuk kualitas 20 tahun, dipangkas menjadi jalan raya dengan kemampuan bertahan cuma 1-2 tahun. 

Silahkan bayangkan sendiri betapa kayanya pengusaha dan pejabat pemerintah yang bermain api di tengah lautan proyek yang melimpah di setiap wilayah. Untung-untung kalau ada yang terciduk. Intinya rakyat bisa melihat, ketika ada kepala daerah yang kekayaannya naik tiba-tiba dengan hanya mengandalkan gaji dan tunjangannya, maka sudah dipastikan ada "sesuatu hal terlarang" yang terjadi.

Lalu, Apa Penyebab Pejabat Korupsi?

Pertama, berdasarkan ilustrasi di atas, karena adanya kesempatan. Kepala daerah yang dulunya berprestasi bisa saja tergoda untuk memperoleh keuntungan busuk dari proyek di wilayahnya karena proses lelang-lelang proyek hingga kini sarat dengan tindak pidana korupsi berupa suap-menyuap.

Kedua, kepala daerah kehilangan kredibilitas dan integritas. Karena uang semua bisa berubah. Mungkin karena godaan harta inilah seorang kepala daerah rela merusak reputasi, kredibilitas dan integritasnya. Apalagi, prosesnya sangat sederhana, siapa yang menyuap paling banyak, maka ia-lah yang diterima proposal proyeknya. Sungguh ketegaan yang luar biasa.

Ketiga, hukuman kasus korupsi terlalu ringan. Yah, hingga saat ini, pejabat pemerintah kelihatan belum jera melakukan korupsi. Terbukti kasus korupsi di Indonesia belum juga surut. Hanya seakan-akan surut karena banyak kasus yang entah kenapa sulit terselesaikan, padahal buktinya jelas. Mungkin sudah saatnya, hukuman mati diberlakukan kepada koruptor. Atau setidak-tidaknya hukuman penjara seumur hidup, tanpa fasilitas dan dimiskinkan. 

Keempat, pemerintah kurang berani menegakkan hukuman mati terhadap koruptor. Yah, kurang berani artinya keberaniannya belum cukup untuk tegas memberlakukan hukuman yang benar-benar membuat jera para pelaku kejahatan korupsi. Semoga saja bukan karena takut tertonjok pukulan sendiri. 

Sekian....

No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kepatuhannya melakukan komentar yang sopan, tidak menyinggung S4R4 dan p0rnografi, serta tidak mengandung link aktif, sp4m, iklan n4rk0ba, senj4t4 ap1, promosi produk, dan hal-hal lainnya yang tidak terkait dengan postingan. Jika ada pelanggaran, maaf jika kami melakukan penghapusan sepihak. Terimakasih dan Salam blogger!