Pungutan Zakat Untuk ASN Muslim? Efektifkah? - INIRUMAHPINTAR.com

Pungutan Zakat Untuk ASN Muslim? Efektifkah?

INIRUMAHPINTAR - Rencana pemerintah melalui Kementerian Agama untuk memungut zakat 2,5 Persen gaji ASN muslim sungguh menimbulkan polemik yang tak terbendung. Tiada angin dan tiada hujan, gaji ASN yang sangat jauh lebih kecil dibandingkan gaji anggota DPR dan pejabat negara akan kembali mendapat potongan berencana. Walaupun zakat adalah kewajiban bagi setiap muslim yang penghasilannya mencapai nisab, rencana ini berpotensi menimbulkan masalah baru.

Tidakkah kita menyadari bahwa kondisi ASN atau PNS maupun masyarakat pada umumnya kini berada pada situasi yang belum ideal dari segi keuangan. Malah masih banyak yang jauh dari kehidupan layak. Terbukti, daya beli masyarakat yang rendah dan lesu.

Apa Penyebabnya?

Mari kita hitung-hitungan. Gaji ASN atau PNS yang tidak memperoleh penambahan berarti, penghasilan masyarakat yang tidak seberapa, setiap bulan harus terpotong untuk bayar sejumlah tagihan. Salah satunya adalah tagihan BPJS, yang sesungguhnya tidak mendapat restu rakyat secara menyeluruh. Hanya saja, mereka tidak berdaya.

Saya tidak perlu menyebutkan ketidakefektifan BPJS kali ini, insya lain di lain kesempatan akan saya kupas tuntas setajam silet.

Lanjut.

Belum lagi tagihan listrik, yang juga mengalami kenaikan, BBM yang tidak lagi bersubsidi, dan harga barang-barang kebutuhan pokok yang semakin mahal.

Dengan penghasilan 3 hingga 5 jutaan, bagi ASN yang membeli rumah (umumnya dengan sistem kredit), juga harus menyisihkan sebanyak 1 hingga 2 jutaan rupiah dalam kurun waktu 10 atau 15 tahun sebagai tagihan bulanan.

Bagaimana dengan mereka yang memiliki dua atau tiga anak sedang kuliah di perguruan tinggi? Silahkan hitung sendiri!
 http://www.inirumahpintar.com/2018/02/pungutan-zakat-untuk-asn-muslim-efektifkah.html

Ini yang Mereka Lakukan

Entah pemangku kebijakan benar-benar tahu kondisi ASN Indonesia sebenarnya. Dengan penghasilan bersih yang tidak seberapa itu karena telah terpotong sejumlah tagihan bulanan, ASN dipaksa untuk memutar otak bagaimana mencukupi kebutuhan pokok terutama sandang dan pangan untuk keluarga mereka.

Untungnya, masyarakat Indonesia ber-Tuhan. Mereka tidak pernah mengeluh dan berputus asa atas nikmat-Nya. Hanya saja, mungkin sebagian pemimpin mereka kurang peka, entah itu disengaja atau tidak.

Kembali ke Pembahasan Zakat

Berbicara tentang zakat penghasilan, tentu kita wajib memiliki pengetahuan tentang nisab terlebih dahulu. Menurut http://www.rumahfiqih.com/ , perhitungan nisab ada beberapa versi. Jika mengikut ke nisab zakat pertanian, maka, satu nisab yaitu sebanyak 520 kg beras atau 653 kg gabah.
semisalnya kita pakai angka  Rp. 5 ribu beras/kg, maka nishabnya menjadi 2,6 juta.
jika Rp. 10 ribu beras/kg, maka nishabnya menjadi 5,2 juta.
dan jika Rp. 15 ribu beras/kg, maka nishabnya menjadi 7,8 juta
Mengikut harga beras saat ini berdasarkan rekapan dari infopangan.jakarta.go.id/ tertanggal 8 Februari 2018, yakni di kisaran Rp. 13.000/kg, maka nisab saat ini adalah Rp 6.760.000,-.

Untuk versi pertama ini, saya pikir, tidak semua ASN bisa mencapai nisab dalam hitungan per bulan. Solusinya adalah zakat bisa dibayarkan per tahun.

Versi kedua untuk perhitungan nisab adalah mengikut ke nisab zakat emas. Satu nisab setara dengan 20 mitsqal yang konversinya 85 gram emas.
semisalnya harga emas 500 ribu per gram, maka nishabnya menjadi Rp. 42,5 juta
Mengikut harga emas hari ini berdasarkan informasi dari situs harga-emas.org/ tertanggal 8 Februari 2018, yaitu di kisaran IDR. 573.248/gr, maka nisab saat ini adalah Rp. 48.726.080,-.

Untuk versi ke-2 ini, gaji ASN sepertinya sulit mencapai nisab. Coba kita hitung dalam kurun waktu setahun. Dengan asumsi gaji 4 juta rupiah/bulan, maka gaji ASN setahun yaitu Rp. 60 juta rupiah. Artinya, mereka wajib mengeluarkan zakat.

Apa Polemiknya?

Sebelum menetapkan pungutan zakat 2,5 persen kepada ASN, pemerintah wajib menetapkan perhitungan nisab yang disepakati bersama.

Pertanyaannya kemudian, haruskah masyarakat mengikut pemerintah untuk urusan agama yang agak privat seperti ini?

Jika harus, mengapa pemerintah tidak konsisten, setengah-tengah dalam menerapkan aturan agama untuk masyarakat muslim.

Terapkan saja syariat Islam secara kaffah khusus untuk para pemeluk-pemeluknya, layaknya, isi sila 1 Pancasila dalam piagam Jakarta.

Jadi, penerapan pungutan zakat yang wajib bagi yang memenuhi nisab itu seyogayanya nanti mesti diikuti dengan pemberlakuan kewajiban-kewajiban lain di bawah Kepres atau Perpu, seperti menutup aurat, khususnya kepada wanita muslim; kewajiban shalat 5 waktu, dsb.

Jika tidaaaaak, jangan-jangan hanya ada lobster di balik batu.

Takutnya Begini

Menurut Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, zakat 2,5 persen yang dipungut dari ASN adalah bentuk upaya pemerintah mengoptimalkan dana zakat.

Yang menjadi persoalan adalah untuk apa penggunaan zakat itu? Bagaimana meyakinkan masyarakat termasuk ASN bahwa dana zakat itu akan benar-benar dialokasikan sebagaimana mestinya, demi kemakmuran rakyat.

Dana haji saja, yang merupakan dana umat Islam, malah digunakan untuk pembangunan infrastruktur secara sepihak oleh pemerintah. Meskipun tidak apa-apa andai disertai izin terlebih dahulu, tetapi kebijakan itu tidak pernah diumumkan secara terang benderang kepada umat Islam.

Lagipula, jika pemerintah menginginkan seperti itu, sebaiknya, pada pendaftaran haji, disiapkan form khusus, apakah calon jemaah bersedia atau tidak uangnya dipakai pemerintah untuk tujuan lain. Bagi yang bersedia, silahkan uangnya dipakai, tetapi kalau tidak, pemerintah tidak semestinya berlaku semena-mena dong. Kasihan, tidak ada keberkahan di dalamnya.

Lagi pula, masyarakat kini agak enggan untuk terus menerus mengiyakan pungutan demi pungutan yang diberlakukan pemerintah (semoga bukan pemalakan halus yang bersistem). Untuk hal berzakat misalnya, masyarakat lebih memilih mewujudkannya dalam bentuk nyata, langsung terlihat oleh mata, dan tepat sasaran.

Takutnya, zakat mereka justru dicuri para koruptor dengan berbagai modus operandi yang profesional. Cukup sudah. Masyarakat semakin tertekan tidak berdaya. Berbeda situasinya, andaikan masalah korupsi telah tuntas di negeri ini, masyarakat tentu sangat legowo mengamanahkan uangnya ke pemerintah, bahkan tanpa diminta.

Harapan Masyarakat Vs PR Pemerintah

Dengan semakin membukitnya utang negara, pemerintah kini memiliki PR besar. Bagaimana membayar utang tersebut dengan cepat dan diwaktu bersamaan masyarakat lebih sejahtera?

Sungguh tidak efektif, jika untuk membayar utang negara, pemalakan halus untuk rakyat dalam berbagai bentuk terus-menerus dilakukan. Negara kita negara kaya bukan? Mengapa pemerintah tidak menggalakkan dan memaksimalkan sumber-sumber ekonomi baru. Sampai kapan kita menjadi negara merdeka yang belum juga mandiri. Sampai kapan kita menjadi miskin di tengah-tengah ladang emas.

Ataukah ini pertanda bahwa negeri ini butuh pemimpin baru di 2019?

No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kepatuhannya melakukan komentar yang sopan, tidak menyinggung S4R4 dan p0rnografi, serta tidak mengandung link aktif, sp4m, iklan n4rk0ba, senj4t4 ap1, promosi produk, dan hal-hal lainnya yang tidak terkait dengan postingan. Jika ada pelanggaran, maaf jika kami melakukan penghapusan sepihak. Terimakasih dan Salam blogger!