Mengapa Tidak Semua Masyarakat Memiliki Nilai dan Norma yang Sama - INIRUMAHPINTAR.com

Mengapa Tidak Semua Masyarakat Memiliki Nilai dan Norma yang Sama

INIRUMAHPINTAR - Mengapa Tidak Semua Masyarakat Memiliki Nilai dan Norma yang Sama? Bukankah memiliki nilai dan norma yang sama memungkinkan terjadinya keseragaman?  Dan keseragaman itu adalah bibit terciptanya persatuan dan kesatuan. Tidak selamanya. Perlu kita ketahui bahwa perbedaan selalu ada dalam masyarakat dan hal itu adalah fitrah, termasuk perbedaan dalam menentukan nilai dan norma yang berlaku. 

Lain tempat lain belalang, lain wilayah lain juga adat istiadatnya. Peribahasa tersebut menggambarkan betapa perbedaan itu lumrah terjadi di mana saja. Setiap wilayah atau tempat memiliki karakteristiknya masing-masing. Dan pondasi karakter inilah yang menimbulkan bentuk perbedaan-perbedaan lain. 

Bisa jadi di tempat yang satu, sebuah perbuatan dianggap baik, namun dianggap buruk di tempat lain. Begitupun sebaliknya. Untuk itulah, tidak elok untuk memaksaan semua masyarakat harus memiliki nilai dan norma yang sama. 

Perubahan atas nilai dan norma yang wajar ialah mesti mendahulukan pendekatan dan cara-cara yang alami, bukan melalui pemaksaan atau intrik-intrik konspirasi yang merupakan pihak-pihak tertentu.

Bentuk nilai dan norma sangat erat kaitannya dengan keyakinan dan kepercayaan, budaya,  peradaban, dan kebutuhan masyarakat setempat. Oleh karena itu, secara sederhana Mengapa Tidak Semua Masyarakat Memiliki Nilai dan Norma yang Sama? Hal itu dikarenakan semua masyarakat memiliki tolak ukur dan kesepakatan yang berbeda pula. Untuk lebih jelasnya, silahkan simak pembahasan berikut ini:

Mengapa Tidak Semua Masyarakat Memiliki Nilai dan Norma yang Sama?
Mengapa Tidak Semua Masyarakat Memiliki Nilai dan Norma yang Sama

1. Perbedaan Keyakinan (Agama)

Setiap kelompok masyarakat tentu memiliki keyakinan dan kepercayaan masing-masing. Jadi, untuk menentukan tolak ukur nilai dan norma sedikit banyak berdasar pada keyakinan dan kepercayaan yang dianutnya tersebut. Misalnya, di suatu masyarakat muslim yang taat, wanita muslimah wajib memakai jilbab yang menutup aurat secara sempurna. Menampakkan aurat artinya merendahkan martabat. Menutup aurat artinya menaikkan derajat. Bagi yang kedapatan membuka aurat tentu akan mendapatkan sanksi, minimal cemoohan atau pengucilan. 

Namun, di tempat lain yang masyarakatnya kebetulan non-muslim liberal, memakai baju terbuka atau menampakkan aurat justru adalah hal yang biasa. Malah dianggap sebuah gaya berpakaian yang modern. Bahkan pengguna jilbab (apalagi bercadar) di tempat ini justru dilihat aneh dan terkadang dikucilkan atau dikonotasikan dengan teror1s. 

Berbeda dengan masyarakat non-muslim yang toleran dan tidak terjangkiti Islamophobia, mereka cenderung menghargai wanita-wanita muslim yang berjilbab sempurna. 

2. Perbedaan Budaya

Latar belakang budaya juga mempengaruhi terbentuknya nilai dan norma dalam masyarakat. Budaya timur seperti di Indonesia tentu sangat berbeda dengan budaya di negara barat. Misalnya dalam hal berjabat tangan. Orang-orang Indonesia cenderung menunduk atau mencium tangan ketika berjabat tangan dengan orang yang lebih tua. Karena itulah bentuk penghormatan. 

Berbeda dengan budaya orang barat, mereka saling berjabat tangan sambil bertatap muka saja. Bahkan untuk kalangan yang akrab, berjabat tangan kadang dibarengi dengan pelukan atau cipika-cipiki (cium pipi kanan dan cium pipi kiri).

Jadi, perbedaan budaya juga menjadi alasan mengapa tidak semua masyarakat memiliki nilai dan norma yang sama. 

3. Perbedaan Peradaban

Semakin majunya peradaban, pemikiran dan gaya hidup manusia cenderung berubah. Perubahan tatanan hidup ini memancing hadirnya persepsi baru dalam hal menjalani kehidupan. Akibatnya, masyarakat berpotensi memiliki nilai dan norma baru dalam kehidupannya.

Contoh yang paling sederhana. H0moseksu4l atau L1wath di Indonesia adalah hal sangat tabuh dan dianggap sebuah kerendahan etika, kemunduran moral, atau perilaku yang sangat hina. 

Namun, di Amerika Serikat, H0moseksu4l atau L1wath justru mendapat tempat dengan dalih kebebasan. 

Peradaban memang kadangkala memajukan pemikiran, pengetahuan dan teknologi namun di satu sisi, tanpa hadirnya norma-norma keyakinan yang benar, peradaban justru akan menceburkan suatu kaum ke dalam kubangan etika kebinatangan atau malah lebih rendah dari binatang.

4. Perbedaan Kebutuhan

Nilai dan norma bisa saja bertambah dan berubah. Mungkin hari ini suatu tolak ukur belum berlaku. Namun, di masa akan datang, tolak ukur itu mesti diberlakukan. Jika tidak, bisa jadi menimbulkan ketimpangan dalam masyarakat. Dalam hal ini, setiap kelompok masyarakat akan berbeda dalam menentukan sikap, karena kebutuhan mereka juga berbeda. 

Misalnya, di Negara Jepang kebutuhan akan finansial, biologis, materi, dan kesenangan mengubah etika sebagian besar masyarakatnya. Dulu, masyarakat Jepang sangat tabuh dan pemalu dalam hal pergaulan antara pria dan wanita. Namun, kini industri P0rn0graf1 di Jepang justru populer di seluruh dunia. Makanya, nilai dan norma menyikapi kebutuhan tersebut berangsur-angsur berubah.

Berbeda dengan di Indonesia, yang dihuni mayoritas muslim, kebutuhan biologis tetap saja disalurkan melalui jalur perkawinan halal terlebih dahulu. Yang berubah hanyalah prosedurnya. Dahulu, orang menikah siri masih banyak terjadi. Namun, setelah masyarakat mengerti hukum, orang-orang menikah juga mendaftarkan legalitasnya di KUA. 

Penutup dan Kesimpulan

Mengapa Tidak Semua Masyarakat Memiliki Nilai dan Norma yang Sama? Jawabannya adalah karena adanya perbedaan tolak ukur, yang meliputi perbedaan keyakinan/kepercayaan, budaya, peradaban, dan kebutuhan. 

Yang tak kalah pentingnya, terutama di Indonesia, untuk menjaga keberagaman, nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku selalu diikat oleh kaidah-kaidah hukum yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945. Hanya saja perbedaan persepsi kadang menimbulkan ketegangan. Makanya, setiap masalah yang berkaitan dengan nilai dan norma baiknya diselesaikan dengan musyawarah dan diskusi ilmiah dalam forum yang baik, bukan asal mengumbar di media sosial. Selain berpotensi menimbulkan persepsi baru, juga berpeluang menimbulkan ketegangan baru yang tidak jelas ujung pangkalnya. Jadi, semua pihak mesti semakin toleran, menahan diri, dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan individu atau golongan. Semoga bermanfaat!

No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kepatuhannya melakukan komentar yang sopan, tidak menyinggung S4R4 dan p0rnografi, serta tidak mengandung link aktif, sp4m, iklan n4rk0ba, senj4t4 ap1, promosi produk, dan hal-hal lainnya yang tidak terkait dengan postingan. Jika ada pelanggaran, maaf jika kami melakukan penghapusan sepihak. Terimakasih dan Salam blogger!